Pages

Rabu, 01 Juli 2015

Tahapan pengadopsian IFRS di Indonesia



IFRS ( International Financial Reporting standard ) adalah pedoman penyususnan laporan keuangan yang dapat diterima secara global. IFRS yang ada saat ini mengalami sejarah yang cukup panjang dalam proses terbentuknya. Mulai dari terbentuknya IASC / IAFB, IASB, hingga menjadi IFRS seperti yang ada saat ini. Jika IFRS telah digunakan oleh suatu Negara, berarti Negara tersebut telah mengadopsi system pelaporan keuangan yang dapat diterima dan diakui secara global di seluruh dunia sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan dimana Negara tersebut berasal.
Di Indonesia, standar akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan adalah PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). Standar ini merupakan kumpulan dari berbagai standar Akuntansi di dunia dan telah disesuaikan untuk digunakan di Indonesia. Praktik akuntansi di setiap negara berbeda-beda, ini dikarenakan adanya pengaruh lingkungan, ekonomi, sosial dan politis di masing-masing negara tersebut. Adanya tuntutan globalisasi atau tuntutan untuk menyamakan persepsi akuntansi di setiap negara mengakibatkan munculnya Standar Akuntansi Internasional yang lebih dikenal dengan IFRS (International Financial Reporting Standards).
Ini bertujuan untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis dalam bisnis lintas Negara. Konvergensi dapat berarti harmonisasi atau standardisasi, namun harmonisasi dalam konteks akuntansi dipandang sebagai suatu proses meningkatkan kesesuaian  praktik akuntansi dengan menetapkan batas tingkat keberagaman. Jika dikaitkan dengan IFRS maka konvergensi dapat diartikan sebagai proses menyesuaikan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terhadap IFRS.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi yang berwenang dalam membuat standar akuntansi di indonesia telah melakukan langkah-langkah penyeragaman standar akuntansi keuangan. Sejak tahun 1994 IAI telah melaksanakan program harmonisasi dan adaptasi standar akuntansi internasional dalam rangka pengembangan standard akuntansinya (SAK [2009]). Berdasarkan data perbandingan yang dilakukan oleh Osman Ramli Satrio dan Rekan terhadap PSAK per 1 Januari 2007 dan standar akuntansi internasional (IFRS dan US GAAP) diperoleh data bahwa dari 57 PSAK yang ada sebanyak 28 PSAK dikembangkan dari IFRS dan 20 PSAK dikembangkan dari US. GAAP sementara 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI. Lebih lanjut 1 PSAK mengenai syariah dikembangkan dari standard akuntansi yang dibuat oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan regulasi lokal yang relevan (Deloitte, 2007).

IAI pada Desember 2008 telah mengumumkan rencana konvergensi standar akuntansi lokalnya yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan International Financial Reporting Standards (IFRSs) yang merupakan produk dari IASB. Rencana pengkonvergensian ini direncanakan akan terealisasi pada tahun 2012.
Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi).
Terdapat 3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
1.      Tahap Adopsi (2008 – 2011), meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap PSAK yang berlaku.
2.      Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan  penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
3.      Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK secara komprehensif.
Saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.
·         Meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
·         Mengurangi biaya SAK.
·         Meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
·         Meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
·         Meningkatkan transparansi keuangan.
·         Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
·         Meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
·         Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan standar akuntansi keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
·         Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
·         Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.
·         Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
·         Meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan cara mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.

Manfaat dari penerapan IFRS dalam bisnis di Indonesia, yaitu:
·         Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
·         Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar
·         Kinerja keuangan (Lap.labarugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
·         Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunaan balance sheet approach dan fair value.

Ada 3 kendala dalam mengadopsi penuh IFRS :
1.       Kurang siapnya infrastuktur seperti DSAK sebagai Financial Accounting Standart Setter.
DSAK adalah perumus SAK yang ada di Indonesia. Pada prakteknya DSAK mendapatkan berbagai macam kritik. Diantaranya adalah minimnya partisipasi dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam setiap exposure draft hearing PSAK yang baru akan diberlakukan. Padahal untuk dapat di “cap” kualitas generally accepted accounting principle / GAAP adalah harus melewati tahapan-tahapan yang diantaranya melibatkan seluruh stakeholeder yang terlibat. Selain itu status ketua dan anggota DSAK yang tidak bekerja full time membuat DSAK dipandang kurang begitu loyal dan independen. Dan yang memprihatinkan adalah belum ada satu peraturan pun yang memberikan mandate bagi DSAK untuk mengeluarkan SAK.
2.       Kondisi perundangan - undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS.
Regulasi yang berkaitan dengan standar akuntansi dan pelaporan keuangan di Indonesia tidak begitu jelas. Terdapat banyak perundang-undangan yang kurang mendukung terhadap standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Di dalam IAS 16, standar internasional memperbolehkan pengukuran aktiva tetap memakai revaluation model (ditahun berikutnya setelah aktiva di nilai berdasarkan nilai perolehannya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menerapkan revalution model (fair value accounting) dalam pencatatan PPE (Property, Plan, and Equipment) mulai tahun 2008 (asumsi bahwa PSAK 16 akan mulai efektif tahun 2008). Hal ini adalah perubahan yang cukup besar karena selama ini revalution model belum dapat diterapkan di Indonesia dan hanya bisa dilakukan jika ketentuan pemerintah mengijinkan.
Revaluation model memperbolehkan PPE dicatat berdasarkan nilai wajarnya. Permasalahannya di Indonesia adalah sistem perpajakan yang tidak mendukung standar ini. Di dalam peraturan perpajakan, revaluasi aset ke atas dikenai pajak final sebesar 10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aktiva turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai revalution model dan setiap tahun harga asetnya meningkat, maka setiap tahun harus membayar pajak final. Padahal kenaikan harga aset tersebut tidaklah membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan. Bila aturan perpajakan tidak mendukung, maka dapat dipastikan perusahaan akan enggan menerapkan revaluation model. Bukan hanya sistem pajaknya saja yang memberatkan, bila perusahaan memakairevaluation model, maka siap-siap untuk keluar uang lebih banyak untuk menyewa jasa penilai. Hal ini dikarenakan banyaknya aset tetap yang btidak memiliki nilai pasar sehingga ketergantungan kepada jasa penilai (assessor) akan besar untuk menilai aset-aset ini
3.       Kurang siapnya SDM dan dunia pendidikan di Indonesia
IFRS hanyalah alat untuk mencapai kemudahan dalam berinvestasi. Yang akan menggunakan dan mengoptimalkan alat tersebut tidak lain tidak bukan hanyalah manusia itu sendiri meskipun akan sedikit di bantu dengan teknologi informasi. SDM di Indonesia haruslah dapat memahami dengan baik apa itu IFRS. Tentunya SDM-SDM yang berhubungan langsung dengan laporan keuangan baik praktisi, pemerintah, hingga akademisi.
Salah satu kelemahan SDM Indonesia adalah kesulitan dalam menerjemahkan IFRS. Jadi dalam menerjemahkan dan memahami IFRS membutuhkan waktu yang tidak singkat. Padahal perubahan-perubahan di IFRS adalah sangat cepat, sehingga saat IFRS yang sudah selesai diterjemahkan terkadang IFRS yang tidak lagi berlaku. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Negara lain yang langsung mengambil teks asli IFRS tanpa menerjemahkannya terlebih dahulu.


Sumber :

Senin, 29 Juni 2015

Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan - Indonesia



TUGAS 3

Standar Akuntansi Keuangan – Indonesia
1.      Zaman Belanda
Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya untuk berdagang, kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang dikenal dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). VOC memperoleh hak monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan secara paksa di Indonesia, dimana jumlah transaksi dagangnya, baik frekuensi maupun nilainya terus bertambah dari waktu ke waktu. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Sistem ini diperkenalkan oleh Luca Pacioli bersama Leonardo da Vinci, dan sudah dipakai untuk melakukan pencatatan upah sejak zaman Babilonia. Sistem Kontinetal merupakan pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu debit dan kredit secara seimbang dan menghasilkan pembukuan yang sistematis serta laporan keuangan yang terpadu. Dengan menggunakan sistem ini perusahaan mendapatkan gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan, serta hak pemilik. Persamaan akuntansi double entry boookeeping adalah sebagai berikut,
Harta = Utang + Modal
Pada tahun 1602, terjadi peleburan 14 maskapai yang beroperasi di Hindia Timur, yang selanjutnya di tahun 1619 membuka cabang di Batavia dan kota-kota lainnya di Indonesia. Perjalanan VOC ini berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Catatan pembukuan saat itu menekankan pada mekanisme debit dan kredit berdasarkan praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda.
Pada masa ini, sektor usaha kecil dan menengah umumnya dikuasai oieh masyarakat Cina, India, dan Arab yang praktik akuntansinya menggunakan atau dipengaruhi oieh sistem dari negara mereka masing-masing. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945, sistem akuntansi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola Belanda.




2.      1945 – 1955 Standar Resmi
Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997). Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 (Soermarso 1995)-telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Salah seorang dosen akuntansi senior Indonesia Dr. S. Hadibroto telah menulis disertasi tentang dua sistem ini dengan judul yang sudah diterjemahkan : Studi Perbandingan antara Akuntansi Amerika dan Belanda dan Pengaruhnya terhadap Profesi di Indonesia. Pada kesimpulan disertasinya beliau menyarankan agar Indonesia lebih baikmemilih sistem akuntansi Amerika dibandingkan dengan sistem akuntansi Belanda.

3.      1974
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui.

4.      1984
Selanjutnya, tonggak kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.

5.      1994
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan bahwa perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia yang terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK, kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). (Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB. (Terjadi pada periode 1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008.

6.      2008
Tahap adopsi kedua dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :
·         Jumlah PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan
·         Bila asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
·         Jumlah PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK adalah 5 buah
·         Jumlah PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah
·         Jumlah PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9 PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.

PSAK disahkan 23 Desember 2009
1.      PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2.      PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3.      PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
4.      PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5.      PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6.      PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7.      PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
8.      PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9.      PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10.  PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
1.      ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2.      ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
3.      ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4.      ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5.      ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1.      PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2.      PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
3.      PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
4.      PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5.      PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
1.      PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2.      PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3.      PSAK 23 (2010): Pendapatan
4.      PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5.      PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
6.      PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
7.      ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
1.      ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2.      ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3.      ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4.      ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
5.      ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6.      ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1.      ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2.      ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3.      ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4.      ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
1.      ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
2.      ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3.      ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
4.      ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
5.      ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya

7.      2012
Sejak 1 Januari 2012, Indonesia telah mengadopsi seluruh IFRS, kecuali IFRS 1 First-time Adoption of International Financial Reporting Standards, IAS 41 Agriculture, IFRC 15 Agreements for the Construction of Real Estate (yang telah diadopsi menjadi ISAK 21: Perjanjian Konstruksi Real Estat) ditunda masa pemberlakuannya sampai waktu yang akan ditentukan. Selain itu, sampai dengan 1 Desember 2012 telah diterbitkan 40 PSAK, 20 ISAK, dan 11 PPSAK. Pencapaian lain di tahun 2012, telah dilakukannya revisi atas beberapa PSAK, yaitu: PSAK 38: Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali, PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian, dan PSAK 36: Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa. Selain itu, dilakukan annual improvement atas PSAK 60: Instrumen Keuangan dan Pengungkapan.
Untuk program kerja di 2013, DSAK telah dan akan melakukan beberapa hal. Mencoba mengimplementasikan annual improvement atas SAK yang berbasis IFRS 1 Januari 2009 menjadi IFRS yang berlaku efektif 1 Januari 2013, melakukan adopsi IFRS yang dikeluarkan setelah 1 Januari 2009, yaitu: IFRS 10 Consolidated Financial Statement, IFRS 11 Joint Arrangements, IFRS 12 Disclosure of Interest in Other Entities, IFRS 13 Fair Value Measurement, IFRIC 18 Transfer Of Assets From Customers, dan IFRIC 19 Extinguishing Financial Liabilities with Equity.
Selain itu, DSAK juga tengah menyusun SAK Nirlaba dan panduan akuntansi untuk usaha mikro, melakukan kodifikasi standar pelaporan keuangan, partisipasi aktif dalam working group Organisasi Internasional Pasar Modal (AOSSG), memberikan masukan secara langsung ke IASB atas ED-IFRS, kajian pilar kedua di antara SAK dan SAK ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik), dan membawa isu-isu implementasi IFRS di Indonesia ke forum regional dan global.
Sumber :
·         https://edhane.wordpress.com
·         http://yopipazzo.blogspot.com
·         http://memebali.blogspot.com