TUGAS
3
Standar
Akuntansi Keuangan – Indonesia
1.
Zaman
Belanda
Kedatangan bangsa
Belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya
untuk berdagang, kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang
dikenal dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). VOC memperoleh hak
monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan secara paksa di Indonesia,
dimana jumlah transaksi dagangnya, baik frekuensi maupun nilainya terus
bertambah dari waktu ke waktu. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem
pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan
oleh Luca Pacioli. Sistem ini diperkenalkan oleh Luca Pacioli bersama Leonardo
da Vinci, dan sudah dipakai untuk melakukan pencatatan upah sejak zaman
Babilonia. Sistem Kontinetal merupakan pencatatan semua transaksi ke dalam dua
bagian, yaitu debit dan kredit secara seimbang dan menghasilkan pembukuan yang
sistematis serta laporan keuangan yang terpadu. Dengan menggunakan sistem ini
perusahaan mendapatkan gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan,
serta hak pemilik. Persamaan akuntansi double entry boookeeping adalah
sebagai berikut,
Harta
= Utang + Modal
Pada tahun 1602, terjadi peleburan
14 maskapai yang beroperasi di Hindia Timur, yang selanjutnya di tahun 1619
membuka cabang di Batavia dan kota-kota lainnya di Indonesia. Perjalanan VOC
ini berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih
oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia. Catatan pembukuan saat itu menekankan pada mekanisme
debit dan kredit berdasarkan praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan
perusahaan Belanda.
Pada masa ini, sektor usaha kecil
dan menengah umumnya dikuasai oieh masyarakat Cina, India, dan Arab yang
praktik akuntansinya menggunakan atau dipengaruhi oieh sistem dari negara
mereka masing-masing. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945,
sistem akuntansi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola
Belanda.
2.
1945
– 1955 Standar Resmi
Pada tahun 1947
hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari
(Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era
setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih
didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan
yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada
tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus
1997). Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya
berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini
praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda,
terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah
institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti
pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu
Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran
1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan
Universitas Gadjah Mada 1964 (Soermarso 1995)-telah mendorong pergantian
praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB
2003). Salah seorang dosen akuntansi senior Indonesia Dr. S. Hadibroto telah
menulis disertasi tentang dua sistem ini dengan judul yang sudah diterjemahkan
: Studi Perbandingan antara Akuntansi Amerika dan Belanda dan Pengaruhnya
terhadap Profesi di Indonesia. Pada kesimpulan disertasinya beliau
menyarankan agar Indonesia lebih baikmemilih sistem akuntansi Amerika
dibandingkan dengan sistem akuntansi Belanda.
3.
1974
Tonggak sejarah pertama, menjelang
diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan
pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang
berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”. Pada
tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas
menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah
bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994
dengan susunan personel yang terus diperbarui.
4.
1984
Selanjutnya, tonggak kedua terjadi pada tahun 1984.
Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan
kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”
dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia
usaha.
5.
1994
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi
total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan
untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam
pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari
harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan
International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam
rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam
beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus
direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun
penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam
kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April
2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan
per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi
sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi.
Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang
baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan
kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia
Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada
tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI
telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga
1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode
kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar
Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998
di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK.
Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan
Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS)
dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan
PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan
oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan
luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam
merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan bahwa perkembangan
standar akuntansi keuangan di Indonesia yang terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK,
kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi,
yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
(Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan
kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang
akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas
prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan
standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut.
Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang
sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB. (Terjadi pada
periode 1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini
ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar
Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai
dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun
1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi
baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US
GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai
tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru.
Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1
Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan
versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di
Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun
2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun
2008.
6.
2008
Tahap adopsi kedua dilakukan pada
periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan
infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Untuk perkembangan
konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :
·
Jumlah
PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009‐Juni 2010 berjumlah 15 buah,
semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini
diijinkan
·
Bila
asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK
yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
·
Jumlah
PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK
adalah 5 buah
·
Jumlah
PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah
·
Jumlah
PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9
PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn
berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.
PSAK disahkan 23 Desember 2009
1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian
Laporan Keuangan
2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus
Kas
3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan
Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian
Partisipasi dalam Ventura Bersama
6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi
Pada Entitas Asosiasi
7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan
Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan
Nilai Aset
9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi,
Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak
Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
Interpretasi disahkan 23 Desember
2009:
1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi
Entitas Bertujuan Khusus
2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas
Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas
Kepada Pemilik
5. ISAK 12: Pengendalian Bersama
Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer
PSAK disahkan sepanjang 2009 yang
berlaku efektif tahun 2010:
1. PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32:
Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan
PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41:
Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
3. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54:
Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
4. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi
2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49:
Akuntansi Reksa Dana
5. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06:
Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen
Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3. PSAK 23 (2010): Pendapatan
4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan
Pihak-Pihak Yang Berelasi
5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis
(disahkan 3 Maret 2010)
6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang
Asing (disahkan 23 Maret 2010
7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai
Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Exposure Draft Public Hearing 27
April 2010
1. ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat
Purnakarya
3. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa
(IFRIC 12)
4. ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan
Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
5. ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim
dan Penurunan Nilai
Exposure Draft PSAK Public Hearing
14 Juli 2010
1. ED PSAK 60: Instrumen Keuangan:
Pengungkapan
2. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen
Keuangan: Penyajian
3. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa
Setelah Tanggal Neraca
4. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran
Berbasis Saham
Exposure Draft PSAK Public Hearing
30 Agustus 2010
1. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak
Pendapatan
2. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah
Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam
Ekonomi Hiperinflasi
4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak
Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
5. ED ISAK 20: Pajak
Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya
7.
2012
Sejak 1 Januari 2012, Indonesia
telah mengadopsi seluruh IFRS, kecuali IFRS 1 First-time Adoption of
International Financial Reporting Standards, IAS 41 Agriculture, IFRC 15
Agreements for the Construction of Real Estate (yang telah diadopsi menjadi
ISAK 21: Perjanjian Konstruksi Real Estat) ditunda masa pemberlakuannya sampai
waktu yang akan ditentukan. Selain itu, sampai dengan 1 Desember 2012 telah
diterbitkan 40 PSAK, 20 ISAK, dan 11 PPSAK. Pencapaian lain di tahun 2012,
telah dilakukannya revisi atas beberapa PSAK, yaitu: PSAK 38: Kombinasi Bisnis
Entitas Sepengendali, PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian, dan PSAK
36: Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa. Selain itu, dilakukan annual improvement
atas PSAK 60: Instrumen Keuangan dan Pengungkapan.
Untuk program kerja di 2013, DSAK
telah dan akan melakukan beberapa hal. Mencoba mengimplementasikan annual
improvement atas SAK yang berbasis IFRS 1 Januari 2009 menjadi IFRS yang
berlaku efektif 1 Januari 2013, melakukan adopsi IFRS yang dikeluarkan setelah
1 Januari 2009, yaitu: IFRS 10 Consolidated Financial Statement, IFRS 11 Joint
Arrangements, IFRS 12 Disclosure of Interest in Other Entities, IFRS 13 Fair
Value Measurement, IFRIC 18 Transfer Of Assets From Customers, dan IFRIC 19
Extinguishing Financial Liabilities with Equity.
Selain itu, DSAK juga tengah
menyusun SAK Nirlaba dan panduan akuntansi untuk usaha mikro, melakukan kodifikasi
standar pelaporan keuangan, partisipasi aktif dalam working group Organisasi
Internasional Pasar Modal (AOSSG), memberikan masukan secara langsung ke IASB
atas ED-IFRS, kajian pilar kedua di antara SAK dan SAK ETAP (Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik), dan membawa isu-isu implementasi IFRS di Indonesia ke
forum regional dan global.
Sumber
: