Disparitas Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Masalah besar yang sering dihadapi negara sedang berkembang adalah
disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan.
Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan
pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi
oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak
terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau
besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi,
serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah
dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan,
semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju
menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang
relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk
mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative
tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah
internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia
internasional.
Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan
sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal
(capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor
produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak
pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi
melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan”
hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga
menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih
belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang,
maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan
pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang
pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang
pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam
pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem
tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase
tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan,
subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi
pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu
mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan
menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan
kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang
tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar
perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas
distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam
negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
Adapun secara umum penyebab kemiskinan diantaranya:
1. Kemalasan.
2. Kebodohan dan pemborosan.
3. Bencana alam.
4. Kejahatan, misalnya dirampok
5. Genetik dan dikehendaki Tuhan, baik genetika orang tua, tempat lahir, kondisi orang tua yang miskin
Definisi kemiskinan menurut beberapa ahli
- Menurut Sallatang (1986) kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.
- Menurut Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
- Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
- Menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.
- Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan.
- Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin
- SPECKER (1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup beberapa hal yaitu :
1. kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal
2. gangguan dan tingginya risiko kesehatan,
3. risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya,
4. kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan
5. kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial,
- Menurut Sallatang (1986) kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.
- Menurut Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
- Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
- Menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.
- Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan.
- Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin
- SPECKER (1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup beberapa hal yaitu :
1. kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal
2. gangguan dan tingginya risiko kesehatan,
3. risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya,
4. kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan
5. kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial,
semoga bermanfaat,
desiana
:)
Terima kasih informasinya menarik. mungkin bisa ditambahkan solusi terhadap kemiskinan yang terjadi. saya menyarankan referensi buku bank kaum miskin untuk menambah referensi dari informasi ini. bisa intip disini untuk informasi singkatnya: http://bukusosial.blogspot.co.id/2013/12/bank-kaum-miskin.html#links
BalasHapus